Rabu, 14 April 2010

Cerpen "Danau Cimanjuntak"

Danau Cimanjuntak

“Woooeeyy… Bangun.. Bangun..” Kacung dan Butet berteriak tepat ditelinga Giring. Tak khayal Giring segera terperanjat dari tidurnya. Dan dengan nada sedikit marah membalas teriakan temannya itu, “ iyaaa… aku tahu,, gak usah teriak-teriak gitu donk kalau bangunin,, pakek di telinga lagi.. ngagetin tahu!!”. “ ok..ok.. maaf.. tapi kita harus segera persiapan buat pertandingan kali ini.. kita harus menang!”, Kacung menjawab. “Iya ring.. aku pengen banget bungkam mulut mereka yang sombong itu”, Butet menyahut menggebu-gebu. Hangatnya mentari pagi memang mulai menusuk sudut-sudut gubuk itu. Semalam mereka sengaja tidur di sebuah gubuk tua untuk mempersiapkan pertandingan balap burung merpati dengan desa sebelah. Ciku, burung merpati milik Giring yang akan menjadi andalan kali ini. Ciku memang telah teruji berkali-kali dan mendapat rapor bagus di desa mereka berkat kemenangan-kemenangan dari semua burung merpati di desa mereka. Bahkan kehebatan ciku telah terdengar sampai desa sebelah. Memang sudah 5 tahun akhir ini semua masyarakat desa Adisono keranjingan adu balap burung merpati. Di semua sudut desa terasa hawa persaingan balap burung merpati, hampir setiap rumah di desa ini mempunyai burung merpati jenis aduan. Bahkan sebagian warga kini hidupnya bergantung pada bisnis di bidang merpati seperti menjual makanan, kandang, sampai merpati anakan yang siap menjadi merpati aduan.

Cerita-cerita mistis tentang binatangpun hangat terdengar di masyarakat. Salah satu diantaranya adalah terdapatnya sebuah tempat bernama danau cimanjuntak di tengah-tengah hutan. Danau itu dikabarkan memiliki keindahan yang tiada banding dan disanalah tempat hewan-hewan liar berkumpul untuk minum. Konon dikabarkan jika ada orang yang berhasil menemukan danau itu, ia akan menemukan banyak merpati aduan yang hebat yang tidak akan terkalahkan dari merpati manapun dikampungnya. Mbah Bejo, seorang kakek tua yang menjadi legenda di kedua desa bertahun-tahun silam. Ia menjadi kaya raya karena secara tak sengaja menemukan danau cimanjuntak dan mengambil seekor merpati aduan warna putih bersih. Merpati itu yang membuat Mbah Bejo kaya karena kemenangan-kemenangan yang diperolehnya. Tapi sayang, mbah bejo tak pernah ingat lagi dimana tempatnya ketika ditanya sampai ia meninggal.  Orang-orang desa yang mencoba mencarinya di hutan tak pernah menemukan tempat itu. Kini kehebatan merpati milik mbah bejo dan danau cimanjuntak yang luar bisaa hanya menjadi sebuah legenda dan cerita dongeng di masyarakat adisono. Butet, kacung, dan giringpun tidak luput dari legenda itu, mereka selalu mencoba mempercayai dan mencai tempat itu, tapi tidak pernah ada hasil.

Siang ini sebuah pertandingan besar telah menanti giring dan teman-temannya, mereka sudah mempersiapkan dengan sebaik mungkin. Giring memang tak pernah luput merawat ciku, bahkan dia memperlakukannya seperti adik kandung sendiri. Banyak waktu dan uang jajannya tersita demi kemenangan-kemenangan burung merpatinya itu. Semua tak pernah terasa berat karena giring memang sangat menyukai hewan peliharaannya itu.

Waktu menunjukkan pukul 09.00, dan sebuah ramuan khusus untuk ciku telah dipersiapkan. Ramuan yang terbuat dari campuran makanan burung, telur dan tumbuhan-tumbuhan tradisional itu memang terkenal ampuh dalam memacu burung merpati agar lebih cepat dan bertenaga.

“ok kawan.. kita siap bertanding sekarang, dan tunjukkan kehebatanmu!”, kacung bersemangat.

“kita gak akan kalah.. gak akan.. kita harus menang.. pokoknya harus..  hari ini kita membawa nama desa dan akan mendengar tepuk tangan penonton karena kemenangan kita”, lagi lagi butet menambah semangat hati teman-temannya.

“santai donk.. kita pasti menang kok, aku percaya cikuku, dia gak pernah kalah sekalipun akhir-akhir ini”, giring menengahi.

Mereka mulai berjalan menuju lapangan tepat ditengah antara dua desa tersebut, tanah yang luas dan sungai yeng terletak disebelahnya membuat daerah itu terasa begitu sejuk dan strategis untuk melaksanakan sebuah pertandingan. Mereka memang sengaja datang lebih awal untuk mencoba kehebatan ciku.

“Ok.. siap!!”, kacung berteriak dengan mengepak-ngepakkan seekor merpati betina yang memang dijadikan target akhir pendaratan ciku.

“Hitungan ketiga lepas ya… 1..2..3.. ayo..!!”, butet memberi aba-aba.

Dan giringpun melepas merpati yang dipegangnya, dengan cekatan ciku segera melangit dan meluncur membelah udara disekitarnya. Tak satu matapun meluncur dari kepakan sayap ciku. Kecepatan ciku kali ini memang tidak berkurang sedikitpun dari bisaanya. Dan hap… pendaratan tepat di cengkeraman kacung.

“wow,, hebat..”, butet berdecak kagum.

“we are ready my friend”, giring tersenyum pasti melihat kecepatan merpatinya.

Tak lama kemudian mulai banyak orang yang berdatangan di arena itu, bahkan nampak ayah giring antusias melihat pertandingan itu. Semua warga desa Adisono berharap pada mereka. Semenit berselang sang lawanpun datang dengan merpati andalannya, seekor merpati warna hitam dengan bercak-bercak merah matang di sayapnya. Jagur, begitulah merpati itu disebut. Inilah lawan terberat yang akan mereka hadapi. Memang dalam pertandingan balam merpati terdapat banyak lawan yang akan bertanding, tapi merpati milik desa sebelah yaitu jagur inilah yang akan jadi lawan terberat ciku. Jagur terkenal dengan kecepatannya di awal-awal balap. Sedangkan ciku terkenal dengan kecepatannya yang stabil hingga akhir balap.

Dalam perlombaan kai ini terdapat 50 orang peserta dari berbagai desa. Dan desa adisono hanya mewakilkan 1 orang yaitu giring dengan ciku sebagai merpatinya. Semua peserta dibagi menjadi 10 group dan mereka harus menjalani 3 babak untuk sampai ke final. Drawing yang dilakukan panitia ternyata mengecewakan, jika ciku dan jagur menang pada babak pertama, mereka akan langsung bertanding pada babak kedua. Semua penonton kecewa, tapi pada balap merpati semua dianggap sama. Jadi tidak ada pengecualian untuk merpati yang sering menang atau yang terkenal hebat.

“Bagaimana ini? Kita harus melawan jagur pada babak kedua jika kita menang, sedangkan kita akan lebih diuntungkan kalau bertemu di final, cikukan lebih unggul staminanya”, butet mulai kesal.

“kita akan menang kok,, lihat aja.. lagian ciku gak kalah kok kecepatan awalnya ma si jagur ntuh,, aku yakin”, giring kembali menengahi kawannya dengan wajah pasti.

“yap.. aku yakin kalau gitu.. kita pasti menang!!”, suasana semangat kembali menyelimuti mereka seiring dengan keyakinan butet.

Babak pertamapun dimulai, pertandingan pertama dimeriahkan oleh hiruk-pikuknya penonton. Semua mata tak lepas dari merpati-merpati yang meluncur dengan cepatnya. Sorak sorai penonton meramaikan pertandingan itu. Ciku dapat giliran bertanding ketiga, giring dan kawan-kawannya mulai tak peduli dengan pertandingan yang ada. Mereka sibuk mempersiapkan ciku.

30 menit berselang giliran cikupun tiba, giring bersiap disebelah peserta lain dengan wajah yakin. Sedangkan kacung sudah siap dengan merpati betina ditangannya diujung sana.

“semangaatt…”, terdengar sayup-sayup teriakan ayah giring dari riuhnya penonton.

“semua peserta siap!” panitia mulai memberi aba-aba.

Pesertapun mulai berkonsentrasi penuh melepas merpatinya. Dan merpati betina mulai dikepak-kepakkan oleh peserta lain.

“1…2…3… mulai”, panitia berteriak tanda merpati sudah waktunya dilepaskan.

Semua merpati meluncur dengan cekatannya. Ciku mulai menunjukkan tajinya kali ini. Kepakan sayap yang hampir tak terlihat membuatnya melesat sangat cepat. Perlahan tapi pasti, ciku mulai mengungguli peserta lain. Dan akhirnya ciku tepat mendarat di cengkeraman kacung.

“yes..”, giring bergumam wajar sambil berlari mengikuti butet yang berlari lebih dulu kearah kacung yang sudah melompat-lompat kegirangan.

“kita menang…. tinggal persiapan babak kedua aja..”, sahut butet.

Mereka memang menang mutlak pada pertandingan kali ini. Selang beberapa pertandingan kemudian giliran jagur. Giring, kacung, dan butet diam sejenak dan memperhatikan pertandingan yang akan dimulai tersebut. Panitia mulai memberi aba-aba, dan semua peserta mulai melepas merpatinya. Jagur memang terlihat hebat pada pertandingan kali ini, ia meninggalkan lawan-lawannya dari awal pertandingan dan melesat cepat ke titik akhir dengan pasti. Tak lama berselang simon, pemilik jagur menoleh kearah giring dengan senyum khas seorang pemenang yang menatap lawannya. Sebuah sinyal negative tertangkap mata giring.

“aku akan mengalahkanmu!”, gumam giring dalam hati.

“benar-benar lawan yang berat”, kacung mengeleng-gelengkan kepala.

Jeda antara babak satu dan dua mereka manfaakan untuk memberi ciku jamu yang memang telah mereka persiapkan. Mereka mulai berunding tentang peluang menang pada babak kedua. Banyak dari para peserta melakukan hal yang sama. Tak ada dari satu pesrtapun yang ingin melewatkan hadiah yang disiapkan panitia. Semua berkompetisi penuh semangat.

Jedah 30 menitpun selesai, semua peserta kembali berkumpul di arena pertandingan. Suasana tegang, penasaran, mengebu-gebu, kembali merasuk di setiap sudut arena ini. Sorak sorai dan ricuhnya penonton kembali terdengar. Giring, kacung, dan butet mulai bersiap untuk menuju arena pertandingan. Kali ini raut wajah mereka tak menunjukkan keyakinan seperti saat babak pertama lalu, hanya giring sang pemilik merpatilah yang merasa cukup yakin dengan hewan peliharaannya. Tak lama kemudian panitia mulai memanggil satu-persatu peserta yang akan mengikuti babak kedua. Terdengar juga nama giring dengan cikunya yang akan tampil pertama.

“ini final teman, kalau kita memenangi babak ini.. artinya jalan menuju juara telah didepan mata.. babak selanjutnya bukanlah masalah lagi”, kata giring dengan wajah penuh harap.

“ya.. mari kita berdoa sebelum memulai semuanya, aku harap kita menang”, kacung mencoba serius.

“amiinn..”, sahut kedua temannya serentak.

Sejenak mereka menundukkan kepala, memohon kemenangan untuk mereka. Kacung kembali bersiap di ujung arena dengan merpati betinanya, giring sibuk dengan cikunya di deretan peserta lain. Terlihat jagur dengan pemilliknya, simon tak jauh dari tempat giring berdiri. Suasana tegang tak terhindarkan di hati para peserta. Panitia mulai bersiap, dan aba-abapun diberikan. 1…2… sejenak mata giring dan simon bertatapan. 3… suara panitia terdengar lantang. Dan semua merpati melesat dengan cepatnya. Kecepatan jagur memang hebat, ia mengungguli peserta lain dan ciku membuntut dibelakangnya. Pertandingan berlangsung seru, saling susul antar merpati tak terelakkan terjadi. Pada tengah pertandingan, ciku mulai menunjukkan konsistensinya. Kecepatannya mulai mengungguli jagur. Awalnya ciku berhasil menyamai jagur, dan perlahan mengunggulinya.

Tapi tiba-tiba, seekor rajawali menyusup tajam memecah ricuhnya penonton di arena itu. Rajawali itu mencoba mengejar dan menerkam para merpati yang ada di depannya. Di terkamnyalah satu dari merpati itu.

“hentikan burung sialan itu!!”, salah satu penonton berteriak.

Spontan semua penonton mengambil batu melempari rajawali yang masih ingin menerkam mangsanya tersebut. Batu-batupun beterbangan diarena tersebut. tapi tak satu batupun mengenai target. Bahkan ada satu batu yang luput dan mengenai sayap ciku. Tak khayal ciku oleng dan terbangnya mulai tak karuan. Ia terbang keatas dan berputar-putar seperti kesakitan.

“Cikuuuuuuuuuu……..”, giring berteriak sambil mengejar merpatinya itu.

“hey.. hey.. tunggu”, kedua temannya menyusul.

Ciku mulai tak terkendali dan terbang menuju hutan. Giring yang kalap terus mengejar ciku hingga masuk hutan diikuti kedua temannya.

“aku harus mendapatkannya!!”,giring tak mau sedikitpun kehilangan jejak ciku dan terus berlari mengejarnya.

“hey..hey.. jangan masuk hutan terlalu dalam,, bahaya!!”, butet mencob melarangnya.

Giring yang sedang kalap seolah tak mendengar teriakan kawannya. Ciku memang binatang kesayangannya sejak SD hingga SMA kini. Ia telah menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan uang untuk merawat binatang kesayangannya itu. Dan kini ia tidak mau melepas ciku begitu saja. Ia terus berlari mengejar ciku tanpa peduli ia sudah masuk hutan terlalu dalam. Kepakan sayap ciku yang masih terlihat di sela-sela pepohonan menambah semangat giring untuk mengejarnya.

“berhenti..berhenti.. ini hutan tarlarang..”,kali ini kacung ganti menyahut.

“percuma aja.. gak akan kena.. percumaaa…”,butet mulai ngos-ngosan.

“kalian gak pernah tahu yang aku rasakan, ciku hewan kesayanganku, dan aku harus mendapatkannya.”,sambil terus berlari giring menjawab. Semangatnya mengejar ciku membuat giring seolah tak kehabisan tenaga.

Hari mulai petang, matahari yang tadinya menyusup disela-sela dedaunan mulai menyembunyikan sinarnya. Ketiga anak yang daritadi berlarian mulai kehabisan tenaganya. Mereka mulai menghentikan langkah seiring hilangnya jejak ciku.

“udah.. udah.. hari udah mulai malam ne.. kita harus pulang kalau gak mau tidur di hutan!”, kacung mulai kesal.

“iya aku tahu,, maaf udah bikin kalian masuk hutan sejauh ini”, ucap giring dengan nada pasrah.

“kamu yang sabar ya ring… ciku pas.”,butet berbicara.

“jangan bahas ciku lagi!!”,giring menyela dengan nada marah.

Suasana mulai mereda, mereka mulai berjalan pulang menyusuri jalan yang mereka lalui tadi. Diselingi dengan obrolan tentang danau cimanjuntak mereka menyibak rerumputan dan akar-akar di hutan itu. Tak terasa mereka telah berjalan cukup lama, dan hari memang sudah gelap. Sebuah pohon beringin besar dengan akar menjulur kemana-kemana mereka lalui.

“Sepertinya dalam perjalanan pulang ini kita udah melewati pohon ini deh”, ucap kacung perlahan dengan nada ketakutan.

“ apa mungkin kita… “, dengung butet sambil melirik pada giring.

“gak.. gak mungkinlah kita tersesat.. kita kan bolang,, masak kita harus tersesat di hutan “, giring coba menghindar dari kejadian yang disebabkannya ini.

Akhirnya mereka berjalan perlahan menyusuri hutan. Sambil diselimuti rasa takut mereka menyusup disela-sela rerumputan. Suara-suara binatang hutan terdengar memecah keheningan malam itu. Basahnya rerumputan bercampur dengan beceknya tanah hutan menambah ketidaknyamanan mereka. Dan setelah 2 jam berjalan, mereka mulai dihinggapi rasa frustasi.

“ sepertinya kita tidak mungkin mencari jalan keluar sekarang, hari udah gelap. Susah buat cari jalan mana yang tadi kita lewati. Kita juga udah kelelahan. Kalau menurutku sebaiknya kita istirahat dulu untuk mengumpulkan tenaga, dan besok kita lanjutkan perjalanan”, butet menghentikan langkahnya.

“ setuju !! daripada kita terus berjalan gak jelas gini, malah kita bisa makin tersesat. Ok.. kita istirahat, aku juga lelah banget ni..”, kacung mengiyakan.

“ Teman-teman. Ok..ok.. aku yang salah hari ini. Semua ini gara-gara aku. Aku yang menyebabkan kalian tersesat”, sahut giring dengan menundukkan kepala.

“ hey..hey.. jangan merasa bersalah gitu donk. Kita kan teman, jadi kita jalani semua sama-sama dan ini juga bukan salah kamu juga kan”, ucap kacung,

“ kalian emang teman sejatiku”, giring tersenyum.

Akhirnya mereka beristirahat ditempat kering dengan rumput-rmput panjang yang mengelilinginya. Pengalam sebagai bocah desa membuat mereka semakin cekatan mempersiapkan lokasi tidurnya. Keesokan harinya, saat mentari pagi mulai menyusup di sela-sela dedaunan. Mereka terbangun disambut dengan sebuah semangat baru untuk menemukan jalan pulang. Sebelum meneruskan perjalanan, mereka berdiskusi sebentar. Dan akhirnya butet mengemukakan sebuah ide gemilang. Pengalaman butet mengemukakan bahwa kebanyakan burung fince menuju pada sebuah sumber air. Dan jika mereka menemukan sumber air, mereka bisa menemukan sungai yang akan membawa mereka menuju ke hilir dimana banyak sawah-sawak dan pemukiman. Giring dan kacung akhirnya menyutujui ide butet. Memang diantara mereka butetlah yang paling dewasa dan mengerti banyak tentang kehidupan. Tak menunggu lama mereka mulai mencari berjalan dengan berharap menemuka burung fince terbang sebagai penunjuk jalan. Beberapa saat kemudian mereka menemui sebuah keanehan. Suasana tiba-tiba berubah sejuk, tumbuhan-tumbuhan disekitar juga terlihat begitu bersahabat diselingi dengan anggrek hutan yang sepanjang perjalan ti tak terlihat. Disekitar mereka banyak hewan-hewan jinak sedang menuju suatu tempat.

“ waw,, kok aku tiba-tiba merasa nyaman gini ya.. suasananya sangat menyenangkan”, kacung menikmati seuasana disekitarnya.

Ketiga anak itu berjalan mengikuti binatang-binatang itu. Dengan diselimuti rasa penasaran yang amat sangat mereka menuju suatu tempat. Dan akhirnya, betapa terkejutnya mereka melihat sebuah danau sangat indah. Airnya yang jernih, hewan-hewan yang bersahabat minum disekitarnya, dan pepohonan serta bunga-bunga indah disekitarnya menambah sempurnanya daerah itu. Suasana nyaman dan sejuk memang terasa kontras disbanding perjalanan mereka dari tadi.

“Wow.. ini ?? tempat apa ini?” butet tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Indah..”, giring tak luput mengagumi tempat ini.

Memang, mereka semua tak ada habis-habisnya menikmati semua yang ada di hadapannya. Diujung danau terlihat sebuah gubuk. Tak lama kemuduan, keluarlah seorang kakek tua berkulit putih bersih dengan sedikit kerutan yang menandakan ketuaannya. Merekapun  terkejut oleh kemunculan seorang kakek tua di tengah hutan seperti ini. Tanpa menunggu lama, mereka menghampiri kakek tua itu dengan penuh rasa penasaran. Rasa penasaran akan semua keadaan ini dan rasa penasaran akan kemunculan kakek tua itu. Kakek itupun menyambut ketiga anak itu dengan penuh heran dan ramah. Sebuah pembicaraan panjang akhirnya terjadi. Tak elak, berita mengejutkan yang tidak terpikirkan oleh ketiga anak itu diucapkan oleh kakek itu. Hal itu adalah kakek tua itu ternyata bernama kakek cimanjuntak. Tersirat dalam pikiran anak itu bahwa selama ini masyarakat menyebut danau cimanjuntak sebagai danau legenda karena semua keindahan ini dan mereka menamainya sesuai dengan nama seorang yang menempatinya, yaitu kakek cimanjuntak. Puas ngobrol dengan kakek cimanjuntak, ketiga anak itu berjalan-jalan disekitar danau menikmati semua pemandangan yang ada. Dan yang tak kalah mengejutkannya, giring menemukan seekor hewan yang selama ini dicarinya. Seekor hewan yang dicintainya. Ciku terlihat bersama merpati lain sedang menikmati segarnya air dana cimanjuntak. Tak lhayal, giring langsung berlari dan segera meraih ciku.

“ Aku gak percaya ini semua.. aku gak percaya.. “, giring menggeleng-gelengkan kepala dengan senyum lebar di wajahnya.

Semua temannya hanya tersenyum lebar turut senang melihat semua jerih payah mereka akhirnya menemukan suatu yang menyenangkan. Kakek cimanjuntak tak luput turut berbahagia akan ditemukannya ciku. Dan kakek itu juga menawari jalan keluar dari hutan ini. Tapi dengan syarat bahwa ketiga anak itu harus merahasiakan tempat ini untuk menjaga semua kelestarian yang ada di hutan ini. Kacung, Butet dan Giring menyetujui kesepakatan ini. Akhirnya, mereka bisa pulang dengan menelusuri sebuah sungai yang menuju desa dan kerahasiaan danau cimanjuntakpun terjaga.              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar